Foto Masa Kecil

Ketika Manusia sudah beranjak dewasa tentunya dia akan selalu mengingat masa kecilnya

Membaca adalah pengisi kekosongan hari - hari ku didunia ini

PANTAI

Tempat ku melepaskan kepenatan dikehidupan sehari - hariku

Teman - Teman ku

Mereka adalah inspirasi dan kekuatan bagi diriku

Selasa, 07 Mei 2013

Sejauh mana Keimanan dalam diri seseorang?





Pada Kajian malam mini yaitu tentang ahlak yang dimana akibat dari lurusnya iman, kalau iman ini dikaitkan kepada ahlak, ada satu pertanyaan yang akan muncul apakah kita orang beriman?
Kalau semua dikaitkan dengan  iman tentu nanti dipuncak akan menjadi ahlak. Iman adalah satu kata penyelesaian segala persoalan. Tidak akan ada masalah jika ada iman. Permasalahan – permasalahan yang timbul dikala orang beriman ada pada orangnya. Karakter orang yang beriman
1.      Memahami
      Ini semua terjadi tentunya atas izin Allah
2.      Meyakini
      Meyakini bahwa persoalan tidak menyusahkan saya tapi membuat saya kuat
3.      Optimis
      Semua persoalan kalau disikapi secara optimis akan menimbulkan kebaikan
4.      Memperhatikan
      Orang yang beriman tentunya memperhatikan setiap permasalahan yang dihadapinya
5.      Tak kenal Letih
      Tak kenal letih terutama didalam melakukan kebaikan
6.      Berbagi
      Berbagi juga melakukan penyelesaian masalah
7.      Memaafkan
8.      Saling membahagiakan
9.      Saling menguntungkan
10.  Menyeimbangkan antara dunia dan akhirat
11.  Punya kesadaran untuk pulang
Iman berarti percaya kepada Allah dan yakin sepenuhnya kepada-Nya. Buktinya adalah meyerahkan semua yang ada pada diri ini hanya kepada dan untuk Allah. Semua kehidupan ini nantinya jatuh kepada Allah. Akibat dari semua masalah adalah bahwa Allah tidak berkenan untuk kita melakukan hal tersebut dan kita malah memaksakan diri dan wajar ketika itu punya masalah karena tidak dilandasi dengan keimanan.
Bukankah segala sesuatu atas izin Allah??
Nifaq berarti mengaku beriman kepada Allah Ta’ala, tapi tidak percaya dan yakin sepenuhnya kepada Allah. Iman dengan nifaq akan lebih cepat tumbuh nifaq yang ada dalam diri manusia

Rabu, 01 Mei 2013

Pemimpin Transformatif Nabi Ibrahim Bapak Para Anbiyaa





Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...[QS. ‘Ali Imran, 3: 110]
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. [QS. Al Kahfi, 18:13]
 
     Pelajaran dan hikmah Nabi Ibrahim akan selalu mencerahkan dan menjadikan kita seorang pemimpin transformatif yang selalu optimis dan berpikiran maju. Bagaimana tidak, Nabi Ibrahim telah menggoreskan keteladanan luar biasa dalam menegakkan idealisme Nya, semangat untuk mencari kebenaran, dan pengorbanan dalam perjuangan. “… dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya”. Surah An Nisaa’ 4 ayat 125.
      Seperti yang terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Mumtahanah, 60 ayat 4:
 
       "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang            yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dengan kamu kebencian dan permusuhan buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja...” 

  Di masa itu, hampir semua orang mengikuti ajaran agama politeisme dengan menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme.  Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil Nabi Ibrahim sering melihat ayahnya membuat patung-patung berhala tersebut yang banyak disembah oleh kaumnya. Akhirnya Nabi Ibrahim memutuskan untuk mencari kebenaran agama hakiki yang akan dianutnya.   Daya nalar dan pencarian keimanan Nabi Ibrahim dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima Allah SWT sebagai Tuhan yang sebenarnya.   Pencarian Nabi Ibrahim tentang kebenaran tauhid dalam hal agama di tuliskan dalam al-Quran Surat Al-Anam, 6 ayat 76-78.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inikah Tuhanku?”.
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”.
Kemudian tatakala dia melihat bulan terbit, dia berkata, “Inikah Tuhanku”.
 Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata,”Sesungguhnya jika Tuhan-ku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”.
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata, “Hai kaumku sesungguhnya aku berlepas diri apa yang kamu persekutukan”.
Mereka bertanya: ”apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?”.
Ibrahim menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”.
Kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): “sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara”.
Ibrahim berkata: “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada kamu?”.
Surah Al Anbiyaa’ 21 ayat 62-66
 
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang rela bekorban untuk kemajuan negara dan rakyatnya bahkan untuk generasi selanjutnya, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Tidak hanya Nabi Ibrahim saja bahkan Nabi-Nabi yang lainpun selalu berkorban bahkan sampai ke tingkat nyawa hanya untuk kepentingan rakyat dan agamanya. Nabi Ibrahim misalnya berkorban mempertaruhkan nyawanya ketika menghadapi para penyembah berhala dengan sebuah konsekwensi hidup atau mati. Konsekwensi ini disebabkan karena masyarakat yang dihadapinya adalah masyarakat yang tidak mau berpikir secara rasional.  Selain itu, Nabi Ibrahim juga menjadi korban perasaan ketika harus berhadapan dengan orang tuanya sendiri yang notabenenya sebagai pembuat patung-patung berhala, Tuhan-Tuhan kaumnya.   Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini memiliki nilai yang sangat luar biasa, karena sanggup menghadapi hukuman yang berat seperti dibakar hidup-hidup dan diasingkan.  Prinsip kepemimpinan Nabi Ibrahim yang rela berkorban ini bukan datang dengan sendirinya tanpa usaha akan tetapi munculnya sifat ini adalah sebagai dampak dari keberhasilannya dalam menghadapi ujian-ujian yang datang silih berganti dalam kehidupannya.  Pemimpin yang rela berkorban ini pastilah seorang negarawan sejati yang lebih mementingkan rakyat daripada dirinya sendiri, dan karenanya filosofi yang selalu dipakai adalah "apa yang bermanfaat untuk rakyat banyak". q  Beliau bukan seorang pemimpin atau calon pemimpin yang berkorban secara mendadak dan temporer untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Surah Ash Shaaffaat 37 ayat 102 
 Nabi Ibrahim dengan anaknya, juga memiliki nilai sejarah tentang pendekatan kepemimpinan yang luar biasa.  Yaitu tatkala utusan Allah ini mendapatkan wahyu lewat mimpi agar menyembelih anak kesayangannya, Isma’il. Tetapi perintah ini tidak segera dijalankan oleh Nabi Ibrahim  Dia menyampaikan terlebih dahulu kepada anaknya, tentang adanya perintah tersebut dan bagaimana hal itu disikapi bersama.  Penyikapan Ibrahim ini adalah pelajaran yang amat mulia, jika dipedomani dalam kehidupan sehari-hari.  Seorang ayah atau pemimpin dalam menjalankan sesuatu, selalu mengajak bermusyawarah terlebih dahulu, agar semua keputusan yang diambil bisa diterima dengan ikhlas.  Hal ini akhirnya diabadikan oleh Allah menjadi hari raya kita, hari raya Idhul Adha.  Nabi Ibrahim memiliki idealisme sekaligus loyalitas dan totalitas yang tinggi kepada Allah semenjak masih muda sampai ia sudah tua.  Inilah yang amat dibutuhkan dalam kehidupan di negeri kita, jangan sampai ada generasi yang pada masa mudanya menentang kezaliman, tapi ketika ia berkuasa pada usia yang lebih tua justru ia sendiri yang melakukan kezaliman yang dahulu ditentangnya itu.  Jangan sampai ada generasi yang semasa muda menentang korupsi, tapi saat ia berkuasa di usianya yang sudah semakin tua justeru ia sendiri yang melakukan korupsi padahal dahulu sangat ditentangnya.  Dalam kehidupan sekarang, kita dapati banyak orang yang tidak mampu mempertahankan idealisme.   Dengan kata lain tidak konsisten dan teguh pendirian, sehingga apa yang dahulu diucapkan dan diperjuangkan tidak tercermin dalam langkah dan kebijakan hidup yang ditempuhnya  Apalagi jika hal itu dilakukan karena terpengaruh oleh sikap dan prilaku orang lain, teman sejawat atau kelompoknya yang tidak baik.  Dari sekian banyak pelajaran dan hikmah dari pribadi Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah pelajaran tentang kepemimpinan.  Di mana Allah telah memilih Nabi Ibrahim sebagai pemimpin bagi umat manusia atas berbagai prestasinya yang gemilang dalam banyak ujian yang telah dilaluinya. 
            Dalam hal ini Allah menyebutkan dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh, 2 ayat 124.
”Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin bagi seluruh manusia”.
Ibrahim berkata: “(Dan saya memohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman ”Janji-ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim”.
    Di antara perintah dan ujian itu adalah Nabi Ibrahim perintah untuk berdakwah memurnikan ketauhidan ummat manusia yang telah terkontaminasi oleh perbuatan syirik (menyekutukan Allah) Beliau berjuang dengan segala upaya melakukan perdebatan siapakah sebenarnya Tuhan sampai akhirnya berjuang secara fisik menghancurkan berhala-berhala yang beresiko pada hukuman pembakaran diri Beliau dan menghadapi kezaliman Raja Namrud.  Beliau pun diuji oleh Allah agar melakukan khitan pada usia dewasa dan terbilang senja.   Ujian berikutnya adalah mendapat keturunan pada usia yang sangat tua, berpisah dengan anak isteri yang dicintainya dan membangun Ka’bah.   Dan pada puncaknya diperintahkan oleh Allah agar menyembelih Ismail, putera yang selama ini dirindukan dan sangat Beliau sayangi.   Selanjutnya Allah mengangkat Nabi Ibrahim sebagai pemimpin bagi manusia.  Pemimpin yang menjadi tauladan yang baik dan berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang dipimpinnya.  Pemimpin manusia di bidang misi risalah yang diembannya dari Allah, di bidang kehidupan beragama, politik, hukum, ekonomi dan lain-lain.  Pemimpin yang berjuang untuk mengangkat martabat rakyatnya agar menjadi bangsa yang punya kehormatan, harga diri, dan berwibawa di mata Allah dan di dalam percaturan dunia.  Selanjutnya Allah mengangkat Nabi Ibrahim sebagai pemimpin bagi manusia.  Pemimpin yang menjadi tauladan yang baik dan berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang dipimpinnya.  Pemimpin manusia di bidang misi risalah yang diembannya dari Allah, di bidang kehidupan beragama, politik, hukum, ekonomi dan lain-lain.  Pemimpin yang berjuang untuk mengangkat martabat rakyatnya agar menjadi bangsa yang punya kehormatan, harga diri, dan berwibawa di mata Allah dan di dalam percaturan dunia.  Karakter pemimpin yang akan kita bentuk dan kita harapkan adalah seorang yang bisa membawa masyarakat keluar dari kungkungan krisis multidimensi yang sedang menghimpit kehidupan berbangsa dan bernegara. Karakter-karakter itu, tiada lain hanya ada pada mereka yang bertakwa, dengan memenuhi tiga standar pemimpin orang yang bertakwa:
1.  Pemimpin yang memimpin dengan hikmah (keseimbangan di antara penguasaan ilmu dan prakteknya, yang mengantarkan diperolehnya kebenaran).
2.  Pemimpin yang memimpin dengan kemampuan mengendalikan diri dari kekuatan-kekuatan hawa nafsu, karena rakus dan tamak; baik tamak terhadap nafsu seksual, tamak terhadap kekuasaan maupun tamak terhadap harta kekayaan.
3.      Pemimpin yang memimpin dengan keberanian dalam menjalankan kebenaran.
     Mudah-mudahan dengan belajar dari Nabi Ibrahim, kita benar-benar akan menjadi pemimpin pejuang pencari dan penegak kebenaran, yang rela berkorban, bermusyawarah, dan memiliki idealisme yang tak kunjung padam, sampai maut menjemput kita. salam by Ridho Andika Putra

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More