Pelajaran dan hikmah Nabi Ibrahim akan selalu mencerahkan
dan menjadikan kita seorang pemimpin transformatif yang selalu optimis
dan berpikiran maju. Bagaimana tidak, Nabi Ibrahim telah menggoreskan
keteladanan luar biasa dalam menegakkan idealisme Nya, semangat untuk mencari
kebenaran, dan pengorbanan dalam perjuangan. “… dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayangan-Nya”. Surah An Nisaa’ 4 ayat 125.
Seperti yang terdapat dalam Al Qur’an Surat Al
Mumtahanah, 60 ayat 4:
"Sesungguhnya telah ada suri
tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami
dengan kamu kebencian dan permusuhan buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja...”
Di
masa itu, hampir semua orang mengikuti ajaran agama politeisme dengan menyembah lebih dari satu Tuhan
dan menganut paganisme. Dewa
Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan
dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan
bidang yang sangat penting. Sewaktu
kecil Nabi Ibrahim
sering melihat ayahnya membuat patung-patung berhala tersebut yang banyak disembah oleh kaumnya.
Akhirnya Nabi Ibrahim memutuskan untuk mencari kebenaran agama hakiki yang akan dianutnya. Daya nalar dan pencarian keimanan Nabi Ibrahim
dalam menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima Allah SWT sebagai Tuhan yang sebenarnya. Pencarian
Nabi Ibrahim tentang kebenaran tauhid
dalam
hal agama di tuliskan dalam
al-Qur’an Surat Al-An’am, 6
ayat 76-78.
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah
bintang, (lalu) dia berkata, “Inikah Tuhanku?”.
Tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata, “Saya
tidak suka kepada yang tenggelam”.
Kemudian tatakala dia melihat bulan terbit, dia berkata,
“Inikah Tuhanku”.
Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia
berkata,”Sesungguhnya jika Tuhan-ku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah
aku termasuk orang-orang yang sesat”.
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia
berkata, “Inikah Tuhanku? Ini lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah
terbenam, dia berkata, “Hai kaumku sesungguhnya aku berlepas diri apa yang kamu
persekutukan”.
Mereka
bertanya: ”apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
hai Ibrahim?”.
Ibrahim
menjawab: “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka
tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara”.
Kemudian
kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): “sesungguhnya kamu (hai Ibrahim)
telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara”.
Ibrahim
berkata: “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat
memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat kepada kamu?”.
Surah
Al Anbiyaa’ 21 ayat 62-66
Pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang rela bekorban untuk kemajuan negara dan
rakyatnya bahkan untuk generasi selanjutnya, sebagaimana yang telah dicontohkan
oleh Nabi Ibrahim. Tidak
hanya Nabi Ibrahim saja bahkan Nabi-Nabi yang lainpun selalu berkorban bahkan
sampai ke tingkat nyawa hanya untuk kepentingan rakyat dan agamanya. Nabi
Ibrahim misalnya berkorban mempertaruhkan nyawanya ketika menghadapi para
penyembah berhala dengan sebuah konsekwensi hidup atau mati. Konsekwensi ini
disebabkan karena masyarakat yang dihadapinya adalah masyarakat yang tidak mau
berpikir secara rasional. Selain
itu, Nabi Ibrahim juga menjadi korban perasaan ketika harus berhadapan dengan
orang tuanya sendiri yang notabenenya sebagai pembuat patung-patung berhala, Tuhan-Tuhan kaumnya. Pengorbanan
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini memiliki nilai yang sangat luar biasa,
karena sanggup menghadapi hukuman yang berat seperti dibakar hidup-hidup dan diasingkan. Prinsip
kepemimpinan Nabi Ibrahim yang rela berkorban ini bukan datang dengan
sendirinya tanpa usaha
akan tetapi munculnya sifat ini adalah sebagai dampak dari keberhasilannya
dalam menghadapi ujian-ujian yang datang
silih berganti dalam kehidupannya. Pemimpin
yang rela berkorban ini pastilah seorang negarawan sejati yang lebih
mementingkan rakyat daripada dirinya sendiri, dan karenanya filosofi yang selalu dipakai adalah "apa
yang bermanfaat untuk rakyat
banyak". q Beliau bukan seorang pemimpin atau
calon pemimpin yang berkorban secara mendadak dan temporer untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya
saja. “Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu.Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia
menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Surah
Ash Shaaffaat 37 ayat 102
Nabi
Ibrahim dengan anaknya, juga memiliki nilai sejarah tentang pendekatan
kepemimpinan yang luar biasa. Yaitu
tatkala utusan Allah ini mendapatkan wahyu lewat mimpi agar menyembelih anak kesayangannya, Isma’il. Tetapi perintah ini tidak segera
dijalankan oleh Nabi Ibrahim. Dia menyampaikan terlebih dahulu kepada
anaknya, tentang adanya
perintah tersebut dan bagaimana hal itu disikapi bersama. Penyikapan
Ibrahim ini adalah pelajaran yang amat mulia, jika dipedomani dalam kehidupan
sehari-hari. Seorang
ayah atau pemimpin dalam menjalankan sesuatu, selalu mengajak bermusyawarah
terlebih dahulu, agar semua keputusan yang diambil bisa diterima dengan ikhlas. Hal ini akhirnya diabadikan oleh Allah menjadi hari raya
kita, hari raya Idhul Adha. Nabi
Ibrahim memiliki idealisme sekaligus loyalitas dan totalitas yang tinggi kepada
Allah semenjak masih muda sampai ia sudah tua. Inilah yang amat dibutuhkan dalam
kehidupan di negeri kita, jangan sampai ada generasi yang pada masa mudanya
menentang kezaliman, tapi ketika ia berkuasa pada usia yang lebih tua justru ia
sendiri yang melakukan kezaliman yang dahulu ditentangnya itu. Jangan
sampai ada generasi yang semasa muda menentang korupsi, tapi saat ia berkuasa
di usianya yang sudah semakin tua justeru ia sendiri yang melakukan korupsi
padahal dahulu sangat ditentangnya. Dalam
kehidupan sekarang, kita dapati banyak orang yang tidak mampu mempertahankan
idealisme. Dengan
kata lain tidak konsisten dan teguh
pendirian, sehingga apa yang dahulu diucapkan dan
diperjuangkan tidak tercermin dalam langkah dan kebijakan hidup yang
ditempuhnya. Apalagi jika hal itu dilakukan karena
terpengaruh oleh sikap dan prilaku orang lain, teman sejawat atau kelompoknya
yang tidak baik. Dari sekian banyak pelajaran dan hikmah dari pribadi Nabi
Ibrahim dan keluarganya adalah pelajaran tentang kepemimpinan. Di
mana Allah telah memilih Nabi Ibrahim sebagai pemimpin bagi umat manusia atas
berbagai prestasinya yang gemilang dalam banyak ujian yang telah dilaluinya.
Dalam
hal ini Allah menyebutkan dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh, 2 ayat 124.
”Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan
larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah
berfirman,
“Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin bagi seluruh manusia”.
Ibrahim
berkata: “(Dan saya memohon
juga) dari keturunanku”. Allah berfirman ”Janji-ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang
zalim”.
Di antara perintah dan ujian itu adalah Nabi Ibrahim
perintah untuk berdakwah memurnikan ketauhidan ummat manusia yang telah
terkontaminasi oleh perbuatan syirik (menyekutukan Allah). Beliau berjuang dengan segala upaya melakukan perdebatan
siapakah sebenarnya Tuhan sampai akhirnya berjuang secara fisik menghancurkan
berhala-berhala yang beresiko pada hukuman pembakaran diri Beliau dan
menghadapi kezaliman Raja Namrud. Beliau pun diuji oleh Allah agar melakukan khitan pada
usia dewasa dan terbilang senja. Ujian berikutnya adalah mendapat keturunan pada usia yang
sangat tua, berpisah dengan anak isteri yang dicintainya dan membangun Ka’bah. Dan pada puncaknya diperintahkan oleh Allah agar
menyembelih Ismail, putera yang selama ini dirindukan dan sangat Beliau
sayangi. Selanjutnya
Allah mengangkat Nabi Ibrahim
sebagai pemimpin bagi manusia. Pemimpin
yang menjadi tauladan yang baik dan berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang
dipimpinnya. Pemimpin
manusia di bidang misi risalah yang diembannya dari Allah, di bidang kehidupan
beragama, politik, hukum, ekonomi dan lain-lain. Pemimpin
yang berjuang untuk mengangkat martabat rakyatnya agar menjadi bangsa yang
punya kehormatan, harga diri, dan berwibawa di mata
Allah dan di dalam percaturan dunia. Selanjutnya
Allah mengangkat Nabi Ibrahim
sebagai pemimpin bagi manusia. Pemimpin
yang menjadi tauladan yang baik dan berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang
dipimpinnya. Pemimpin
manusia di bidang misi risalah yang diembannya dari Allah, di bidang kehidupan
beragama, politik, hukum, ekonomi dan lain-lain. Pemimpin
yang berjuang untuk mengangkat martabat rakyatnya agar menjadi bangsa yang
punya kehormatan, harga diri, dan berwibawa di mata
Allah dan di dalam percaturan dunia. Karakter
pemimpin yang akan kita bentuk
dan kita harapkan adalah seorang yang bisa membawa masyarakat keluar dari kungkungan
krisis multidimensi yang sedang menghimpit kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karakter-karakter itu,
tiada lain hanya ada pada mereka yang bertakwa, dengan memenuhi tiga standar pemimpin
orang yang bertakwa:
1. Pemimpin yang memimpin dengan hikmah (keseimbangan di
antara penguasaan ilmu dan prakteknya,
yang mengantarkan diperolehnya kebenaran).
2. Pemimpin yang memimpin dengan kemampuan mengendalikan
diri dari kekuatan-kekuatan hawa nafsu, karena rakus dan tamak; baik tamak terhadap nafsu seksual, tamak terhadap kekuasaan
maupun tamak terhadap harta
kekayaan.
3.
Pemimpin yang memimpin dengan keberanian dalam
menjalankan kebenaran.
Mudah-mudahan dengan belajar dari Nabi Ibrahim, kita
benar-benar akan menjadi pemimpin pejuang pencari dan penegak kebenaran, yang
rela berkorban, bermusyawarah, dan memiliki idealisme yang tak kunjung padam,
sampai maut menjemput kita. salam by Ridho Andika Putra